Disclaimer: tulisan ini dibuat oleh saya sebagai sebuah tulisan yang berbau subyektif, dan dituliskan berdasarkan beberapa pengalaman saya belajar seiprit-iprit selama 2 tahun lebih tentang bagaimana secangkir kopi itu harus disajikan dengan baik dan benar agar ia dapat bercerita jujur tentang dirinya. Dan saya masih terus belajar. Jika tulisan ini terlalu panjang, baca saja kesimpulannya di bawah.
Sebelum memulai, menarik untuk menyimak komentar teman:
“Life is too short to drink bad coffee”
“Gue suka kopi, tapi cuma tau arabika dan robusta, titik”
“Gue cuma tau kopi item, titik”
“Oke, kita sama-sama bego, mari kita riset!”-Reman & Maryam, awal 2013
“Kopi terbaiknya terkenal di luar negeri, Walahdalah orang Indonesianya malah minum kopi sachetan. Bagaikan ayam yang mati di lumbung padi.”
Kopi adalah minuman kontroversial yang tak pernah berhenti dibahas dalam dunia medis dan banyak ditampilkan dalam banyak sekali artikel kesehatan, gaya hidup, tradisi, seni budaya, dan lain-lain. Pada mata banyak orang kami (Indonesia) kopi adalah kawan erat rokok, merokok akan lebih sedap jika ditemani kopi, pada mata banyak orang kami, bukan pada mata saya. Pada mata banyak orang kami pulalah tercipta suatu ‘kaba’ turun temurun bahwa kopi (biasanya) haruslah hitam dan pahit. Cara tengok seperti ini banyak diinspirasi oleh fakta asal muasal kopi. Saya ingin sedikit merangkum tentang asal muasal kopi di negeri saya ini.
Kopi di Indonesia banyak disebutkan datang dari Ethiopia, ada pula yang menyebutkan dari India pada abad ke-17 dibawa oleh pemerintah Belanda ke Indonesia. Upaya pembibitan pertama kali berada di tempat yang sekarang bernama Pondok Kopi di Jakarta tahun 1690an, sempat gagal karena terkena banjir, pemerintah Belanda memindahkannya lebih menyebar ke arah Bogor, Sukabumi, Priangan dan sekitarnya. Generasi pertama ini oleh beberapa orang sekarang disebut Kopi Gesha karena asal mula bibitnya dari distrik Gesha di Ethiopia. Dari tempat inilah kopi menyebar ke berbagai daerah di Indonesia seperti Sumatera, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua.
Kopi menjadi andalan ekspor pemerintah Belanda, untuk menyokong berkembangnya permintaan internasional pemerintah Belanda menerapkan sistem cultuurstelsel alias tanam paksa. Arabika menjadi primadona di Eropa, orang Eropa memujanya dengan sebutan ‘a cup of java’, salah satu yang terbaik di dunia. Situasi berkebalikan terjadi di Indonesia, di samping masalah ekonomi, rakyat pribumi tidak dapat menikmati Arabika yang mereka tanam sendiri, Arabika hanya untuk ekspor, pribumi hanya boleh minum kopi kelas dua, Robusta yang lebih pahit. Itupun dalam kebiasaan masyarakat pertanian, demi alasan ekonomi kopi dicampur dengan jagung yang juga disangrai sampai hitam. Disangrai sampai hitam lah yang membuat rasa kopi menjadi pahit. Tapi jangan salah, Robusta juga ada yang enak, asal benar mengolahnya.
Menurut saya kopi yang baik itu adalah kopi yang telah melalui proses yang baik. Ada beberapa proses yang sangat penting mulai dari pemilihan bibit sampai terseduh di hadapan kita:
1. Pemilihan bibit, tentu ini awal yang krusial, sortasi bibit baik dan yang kurang baik harus benar-benar diperhatikan.
2. Ketinggian daerah penanaman, kopi Arabika kebanyakan menuntut ketinggian yang lebih dari 1000mdpl agar dapat menghasilkan hasil yang baik.
3. Jenis tanah, saya kurang paham masalah ini tapi saya belum pernah lihat kopi ditanam di daerah batuan kapur.
4. Akses ke cahaya matahari, pohon pelindung dan tanaman penyerta.
5. Pemupukan dan kontrol hama organik, kita tau hasil dari perawatan organik akan lebih baik dari yang sintetik.
lalu lanjut ke proses panen, pengeringan dan pengupasan buah dan kulit ari, panen haruslah merata saat buah kopi merah semuanya dan benar-benar harus disortasi untuk mendapatkan kualitas biji yang sempurna. Ada beberapa proses yang bisa dipilih untuk menghasilkan karakter rasa yang berbeda-beda, biasanya terbagi menjadi 3:
1. Natural/honey
2. Semi-washed
3. Full-washed
hasil dari ketiga proses di atas akan menghasilkan biji kopi yang masih berwarna hijau-kuning dan masih mempunyai kadar air yang cukup tinggi (Green beans). Beberapa petani kopi masih kurang memperhatikan masalah misalnya penjemuran dan penyimpanan. Ada yang diletakkan begitu saja di atas tanah dilapisi terpal saat dijemur dan disimpan dalam gudang yang tingkat kelembabannya tinggi sehingga nantinya akan menghasilkan karakter rasa kopi yang ‘beraroma tanah/earthy’. Sebagian kopi Sumatera masih mempunyai karakter ini dengan kadar yang berlebihan sehingga menyembunyikan karakter-karakter ‘menyenangkan’ yang lainnya.
Fasa green beans sebenarnya adalah titik dimana kita sudah bisa membeli biji kopi tersebut untuk kemudian kita sangrai, giling dan seduh sendiri. Terlepas dari proses di atas yang sudah dilakukan petani, selanjutnya kita adalah penentu kualitas minuman kopi itu sendiri.
SANGRAI
Sangrai adalah pilihan yang terlalu beresiko untuk dikerjakan sendiri, selain bermahal-mahal ria dengan harga mesin sangrai yang harganya bisa mencapai puluhan sampai ratusan juta dan konsumsi daya listrik yang luar biasa besar (1000watt rata-rata) anda harus sangat sangat sangat berhati dalam proses sangrai ini. Sangrai sendiri pernah saya coba dengan metode manual yaitu dengan kuali alumunium, tanpa minyak dan sendok kayu, sangat sulit, hasilnya tidak bisa rata dan rasa yang dihasilkan hancur. Sang Roaster, tukang sangrai, haruslah seseorang yang ‘devoted’, memiliki hasrat dan habis-habisan mendalami kopi, biasanya itu didapatkan setelah bertahun-tahun belajar kopi. Baru ada dua roaster dengan harga layak yang saya percaya, Hideo Gunawan dari curious people dan Pepeng dari klinik kopi.
Sangrai adalah proses krusial, dimana terjadi pengurangan kadar air dan perubahan beberapa komponen kimiawi di dalam biji kopi. Sangat banyak orang melewatkan begitu saja proses ini, yang penting kopi harus hitam dan itu akan menghasilkan rasa yang pahit dan membunuh karakter kopi begitu saja. Bagi saya, saya akan sangat menghindari minum kopi yang disangrai sampai hitam karena kopi tersebut telah ‘dibunuh’ dan tak dapat berbicara lagi mengenai karakternya.
Ada 3 level hasil sangrai, yaitu muda(blonde), medium(first crack to second crack) dan dark. Hasil sangrai yang sesuai dengan selera saya, yaitu medium dekat-dekat dengan first crack. Apa itu crack? saat kita menyangrai green beans, pada suatu waktu (sekitar 7 menit) kopi akan berubah warna dari hijau menuju keemasan lalu menuju coklat muda dan saat itu biji kopi mulai retak di bagian ujung-ujungnya dan berbunyi ‘krek’, mulai berloncatan seperti pop-corn dalam oven. Selang beberapa menit kemudian akan terjadi second crack, krek kedua yang juga ditandai dengan mulai menggelapnya warna kopi. Jika sudah menghitam, maka buat saya kopi sudah tak layak minum.
Pilihan terbaik dalam hal ekonomis dan praktis bagi para penikmat kopi adalah membeli biji kopi dalam fasa sudah disangrai. ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam membeli biji kopi hasil sangrai:
1. Siapa yang menyangrainya (subyektif sekali hahaha)
2. Waktu, kopi baik adalah kopi yang baru disangrai sekitar sehari setelah tanggal sangrai sampai dengan 2 minggu.
3. JANGAN BELI KOPI DALAM BENTUK BUBUK, DEMI ALLAH! wkwkwkwk
Poin pertama, siapa. Seperti saya katakan, roaster bukanlah sembarang manusia, ia bisa mengeluarkan secara optimal seperti apakah karakter kopi tersebut. Apakah ada aroma bunga melati, apakah karakter rasanya lebih ke arah buah-buahan seperti berry, leci, apel, nanas, jeruk, lemon, ataukah tembakau, jahe, tomat, cabai, coklat, karamel, gula jawa, dan lain-lain. Ya, saya jujur, kopi baik yang pernah saya minum benar-benar mengeluarkan rasa-rasa seperti itu! Roaster sembarangan belum tentu bisa mengeluarkan rasa seperti itu.
Poin kedua, waktu. Kopi baik berasal dari kopi yang baru disangrai sampai dengan waktu maksimal 2 minggu, setelah itu rasanya akan ‘bapuk’, ‘lapuk’, ga enak dan lain-lain. Indikasinya adalah ‘blooming’, jika biji kopi yang sudah digiling menjadi bubuk kasar lalu disiram air panas (jangan sampai menggenang, cukup basah) maka biji kopi yang baru disangrai akan terlihat bergerak mengembang (blooming). Fenomena blooming ini adalah salah satu indikator yang baik untuk melihat apakah biji kopi baru disangrai ataukah sudah bapuk (lebih dari 2 minggu).
Poin ketiga, BIJI bukan BUBUK. Kenapa mesti beli biji? Karena kopi yang sudah digiling akan secepat kilat kehilangan rasa dan aromanya. Kenapa? karena dengan digiling berarti kita memperluas kontak matriks kopi dengan udara dan melepasnya begitu saja ke udara. Kopi bubuk akan sangat cepat kehilangan kesegaran dan kualitasnya, itu intinya. lagipula dengan membeli kopi dalam bentuk biji kita akan mendapatkan kepastian bahwa kopi yang kita beli tidak dicampur jagung atau apapun.
Setelah kita membeli biji hasil sangrai yang baik, kita harus menyimpannya dalam wadah khusus, yaitu bersifat mengisolasi udara yang masuk tetapi memiliki katup untuk mengeluarkan CO2 dari dalam. Wadah
Belilah dalam jumlah yang cukup agar tidak melewati waktu yang ditentukan (2 minggu setelah sangrai).
Saya akan sedikit menunjukkan kebiasaan saya menyeduh kopi yang menurut saya dapat mengeluarkan karakter si kopi tersebut (kopi baik). Untuk menyeduh kopi yang baik, saya harus punya paling tidak:
1. Penggiling biji kopi (Grinder) WAJIB HUKUMNYA haha
2. French Press/Plunger, saya suka karakter rasa yang dihasilkan, lebih bold, sedikit oily, asamnya keluar jelas.
3. Perebus air
4. Sendok kopi
-Pertama ambil sekitar satu sendok kopi (kira-kira 10-15gram),
-Giling biji kopi, ukuran hasil gilingan sebenarnya tergantung metode penyeduhannya, biasanya saya pakai ukuran gilingan yang sedikit lebih kasar dari gula pasir.
-Rebus air hingga mendidih di perebus air, setelah mendidih bergolak, matikan, tunggu kira-kira 1 menit atau sampai gelembung hilang.
-Letakkan bubuk kopi dalam french press yang kering
-Siram perlahan, sampai terendam semuanya, jangan tergenang, lihat bloomingnya, hirup baunya, tunggu 20-30 detik, siram sampai kira-kira cukup satu cangkir.
-Tutup french press, biarkan terekstraksi sampai 4 menit, jangan lebih.
-Setelah 4 menit tekan perlahan sampai bawah, lalu tuang segera ke cangkir semuanya untuk mencegah over ekstraksi di french press.
-JANGAN BERI GULA PLISPLISPLIS, gula akan merusak rasa unik dari kopi, gula akan merusak karakter kopi.
-minum dalam keadaan masih panas, jangan tunggu dingin, Voila!
Kita akan mendapatkan kopi nikmat, tanpa gulapun tak akan pahit, terutama kopi Sunda Jahe :p
Jadi kesimpulannya kopi baik adalah:
1. Kopi murni, arabika (subyektif, bisa robusta dan liberika), spesial, tidak dicampur jagung, bukan kopi pabrikan/komersil/pasaran.
2. Asamnya asam segar, bukan asam khas kopi pabrikan yang bikin lambung melilit atau mencret-mencret seperti gerai kopi internasional yang satu itu.
3. Proses pra tanam, perawatan, dan pasca panennya baik.
4. Tidak hitam dan pahit dan kelihatan bijinya berminyak, roastingnya/sangrainya baik, tidak sampai hitam, coklat muda kurang lebih.
5. Beli dalam bentuk bijian, BUKAN BUBUK dan dalam jangka waktu tidak lebih dari 2 minggu setelah sangrai (ROD, Roasting on demand).
6. Seduh dengan benar, dan jangan beri gula.
Mahal? Tidak.
Satu kantong 250 gram di Anomali hanya 80 ribu, cukup untuk 20 kali minum, sekali minum Rp. 4000. Masih bilang mahal?
Kopi favorit saya? Sunda Jahe (beneran aroma jahe, tanpa rasa pahit), Sunda Gesha (seperti asam apel yg segar dan wangi melati), Aceh Gayo Pantan Musara (leci! kemangi, after taste manis).
Saya masih belajar dan terus mau belajar, mohon maaf jika ada kesalahan dalam tulisan tersebut.
Referensi dan keywords:
Cikopi (Jakarta)
Philocoffee (Jakarta)
Maharaja Coffee (Jakarta)
Klinik Kopi (Yogyakarta)
Rumah Kopi Ranin (Bogor)
Anomali Coffee (Jakarta)
AEKI (Jakarta)
Pandava (Jakarta)
Sejumput Kopi Nusantara (Bandung)
Today’s Coffee (Bandung)
Giyanti Coffee & Roastery (Jakarta)
MM Cafe (Malabar Mountain) Bogor
Jangan Sebut Anda Pencinta Kopi Sebelum Membaca Artikel Ini!
Adi W. Taroepratjeka
Hideo Gunawan
Don Hasman
Reza Suharsa
Shah Rendy
Catur wulan
Sipavarty